contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Kamis, 02 Januari 2014

PETA
Latihan Bersama IMPK  SEKBER PPA DIY
2013
PENGERTIAN PETA
 Suatu penyajian grafis dari seluruh atau
sebagian permukaan bumi pada skala dan sistem
proyeksi tertentu, dengan cara memilih atau
megeneralisasi unsur-unsur (yang ada di
permukaan bumi) sesuai dengan tujuan
pembuatan peta. (Kartografi)
 Gambaran sebagian permukaan bumi di atas
bidang datar dengan skala tertentu
(Bakorsutanal)
PRINSIP UTAMA PETA (1)
 Merekam, menyimpan, dan menampilkan
data/informasi permukaan bumi
PRINSIP UTAMA PETA (2)
 Memperlihatkan pola distribusi dan pola spasial
dari fenomena alam dan buatan manusia, berupa
relief, bentang alam, sungai, jalan, bangunan,
dsb
Punggungan
Sungai
Bangunan
Pemukiman
Jalan
PRINSIP UTAMA PETA (3)
 Menyatakan lokasi/tempat pada permukaan
bumi, yang ditandai dengan : koordinat (X,Y) dan
ketinggian dari permukaan air laut rata-rata
FUNGSI PETA
 Memperlihatkan posisi relatif sesuatu di
permukaan bumi
 Memperlihatkan ukuran sesuatu di permukaan
bumi (jarak, luas, arah)
 Memperlihatkan bentuk sesuatu di permukaan
bumi (sungai, gunung, jalan, bangunan, dsb)
 Memperlihatkan kumpulan atau seleksi
informasi yang ada di permukaan bumi
 Menegaskan sesuatu yang terdapat di
permukaan bumi
KLASIFIKASI PETA
 Berdasar Skala : Skala Besar, Skala Kecil
 Berdasar Fungsi : Peta Dasar, Peta Tematik
 Berdasar Sumber Data : Peta Induk, Peta Turunan
 Berdasar Penyajian :
a. Peta 2 Dimensi
b. Peta 3 Dimensi
c. Peta Garis,
d. Peta Foto Udara
e. Peta Digital
 Berdasar Jenis : Peta Topografi, Peta Tematik
dan Chart
Aero Nautical Chart
Nautical Chart
LEMBAR PETA RUPA BUMI INDONESIA (RBI)
 Muka Peta :
Bagian peta yang memuat daerah yang
dipetakan dengan berbagai warna dan simbol,
agar memudahkan dibaca
 Informasi Batas Peta
Bagian peta yang memberikan informasi yang
berkaitan dengan Muka Peta; biasanya berupa
angka koordinat, arah jalan/kota yang terletak di
lembar peta sebelahnya
 Informasi Tepi Peta
Bagian peta yang memberikan informasi yang
menjelaskan isi muka peta
Deviasi
Arah Utara
Skala (Numerik & Grafis),
Interval Kontur
Pembagian
Daerah Administrasi
Judul & Nomor Lembar
PETA
Petunjuk letak
PETA
Sistem
PETA
Penerbit & Pembuat
PETA
Legenda
PETA
Riwayat
PETA
Petunjuk Koordinat
PETA
Deviasi
Arah Utara
MUKA PETA
Skala (Numerik & Grafis),
Interval Kontur
Pembagian
Daerah Administrasi
Judul & Nomor Lembar
PETA
Petunjuk letak
PETA
Sistem
PETA
Penerbit & Pembuat
PETA
Legenda
PETA
Riwayat
PETA
Petunjuk Koordinat
PETA
UKURAN MUKA PETA
Skala
Ukuran
Muka Peta
Ukuran
Kotak Grid
1 : 250.000
1 30’ x 1 10’  x 10’
9 x 6
1 : 100.000
30’  x 30’
?
?
1 : 50.000
15’ x 15’  1’  x 1’
15 x 15
1 : 25.000
7’ 30’’  x 7’ 30’’ 30” x 30”
15 x 15
1 : 10.000
2’ 30’’ x 2’ 30’’ 10’’  x 10’’
15 x 15
Jumlah Kotak
Grid
INFORMASI BATAS PETA
Arah jalan/kota yang
terletak di lembar peta
sebelahnya
Angka koordinat
GEOGRAFIS
Angka koordinat
UTM
INFORMASI TEPI PETA
1. Judul Peta
2. Nomor Lembar Peta
3. Petunjuk letak Peta
4. Sistem Peta
5. Penerbit dan Pembuat Peta
6. Legenda Peta
7. Riwayat Peta
8. Petunjuk Koordinat Peta
9. Pembagian Daerah Administratif
10. Skala Peta
11. Interval Kontur Peta
12. Deviasi Arah Utara
JUDUL PETA
 Judul peta biasanya ditentukan berdasarkan
nama suatu tempat yang cukup dominan pada
lembar bersangkutan
 Nama dipilih berdasar hierarkhi administratif
Pada peta tematik, judul peta terdiri dari dari :
1. Judul utama ; merupakan nama daerah yang
dipetakan
2. Sub Judul : merupakan informasi mengenai
tema yang disajikan
PETUNJUK LETAK PETA
 Petunjuk yang menggambarkan posisi letak
lembar peta bersangkutan terhadap sebagian
atau keseluruhan daerah yang dipetakan
PENOMORAN LEMBAR PETA RBI
SISTEM PETA
DATUM PETA
 Dalam survei dan geodesi, datum adalah titik acuan
atau permukaan terhadap yang pengukuran posisi
dibuat, dan model terkait dari bentuk bumi untuk
posisi komputasi.
 Pendefinisian satu sistem referensi koordinat dengan
transformasi matematis dari permukaan bumi ke
bidang datar, dengan menggunakan sistem proyeksi
tertentu – sebagai dasar suatu sistem koordinat (dan
pemetaan).
Datum Peta terdiri dari:
 Datums horizontal digunakan untuk
menggambarkan titik di permukaan bumi, dalam
lintang dan bujur atau lain sistem koordinat.
 Datums vertikal digunakan untuk mengukur
ketinggian atau kedalaman air.
WGS 84
 Sistem Geodesi Dunia (World Geodetic System)
disingkat WGS adalah sebuah standar yang
digunakan dalam pemetaan, geodesi, dan navigasi
terdiri dari bingkai koordinat standar Bumi, Datum
geodetik, (referensi permukaan standar bulat (acuan
atau referensi elipsoid) untuk data ketinggian
mentah, dan permukaan ekuipotensial gravitasi
(geoid) dipakai sebagai pendefinisian tingkat nominal
laut.
 Revisi terbaru adalah Sistem Geodesi Dunia 1984
(versi tahun 1984 kemudian dilakukan direvisi pada
tahun 2004)
Sebelumnya memakai skema WGS 72,
WGS 66., Dan WGS 60 dan WGS 84 adalah referensi
sistem koordinat yang digunakan oleh Global
Positioning System.
[1]
DATUM GEODETIK
 Datum geodetik atau referensi permukaan atau
georeferensi adalah parameter sebagai acuan untuk
mendefinisikan geometri ellipsoid bumi. Datum geodetik
diukur menggunakan metode manual hingga yang lebih
akurat lagi menggunakan satelit
 Jenis Datum
1. Datum Lokal: digunakan untuk kebutuhan lokal. Contoh di
Indonesia : datum Genoek, datum Monconglowe, DI 74
(Datum Indonesia 1974), dan DGN 95 (Datum Geodetik
Indonesia 1995).
2. Datum Regional : digunakan untuk kebutuhan beberapa
negara yang saling berbatasan. Contoh : Datum Indian dan
Datum NAD (North-American Datum) 1983 untuk negara-
negara yang terletak di benua Amerika bagian utara,
Eurepean Datum 1989 untuk negara negara yang terletak di
Benua Eropa, dan sebagainya
3. Datum Global : datum geodesi yang menggunakan ellipsoid
referensi yang sesuai dengan bentuk geoid seluruh
permukaaan bumi. Contoh : WGS 60, WGS66, WGS 72, awal
tahun 1984 dimulai penggunaan datum WGS 84, dan ITRF
SIMBOL PENTING (DALAM LEGENDA)
WARNA PENTING DALAM PETA RBI
No Warna Arti
1
2
3
4
5
6
Merah
Hitam
Biru
Coklat
Hijau
Putih
Transportasi Darat (jalan)
Unsur buatan manusia (jalan, gedung, batas,
rumah)
Unsur hidrologi (perairan, sungai, danau,
sawah)
Unsur relief, garis kontur
Unsur vegetasi lebat (hutan, kebun, belukar)
Unsur vegetasi jarang (ladang)
KONTUR
 Merupakan garis maya
yang menggambarkan
bentuk permukaan bumi
yang sama tinggi (yang
diukur dari permukaan
laut) dalam tiga dimensi
pada bidang datar
SIFAT GARIS KONTUR
1. Garis kontur selalu merupakan kurva tertutup
sejajar dan tidak akan memotong satu sama lain
2. Garis kontur yang didalam selalu lebih tinggi
dibanding yang diluar
SIFAT GARIS KONTUR
3. Garis kontur yang menyerupai huruf U berurutan
menunjukkan punggungan
4. Garis kontur yang menyerupai huruf V berurutan
menunjukkan sungai
Sungai
Punggungan
SIFAT GARIS KONTUR
5. Garis kontur yang rapat menunjukkan area yang
terjal
6. Garis kontur yang renggang menunjukkan area
yang landai
Area LandaiArea Terjal
SIFAT GARIS KONTUR
7. Interval kontur selalu merupakan kelipatan sama
8. Indeks kontur diratakan dengan garis tebal
(ditandai dengan Angka Ketinggian dan mengarah
ke Puncak)
KESALAHAN YANG SERING TERJADI ;
 Menggunakan rumus 1/2000 x skala untuk
menghitung interval kontur
 Garis kontur terdapat dan terlihat di lapangan
MENGHITUNG INTERVAL KONTUR
 Cara 1
Dengan melihat Informasi Tepi Peta
 Cara 2
1. Cari 2 Indeks Kontur yang berada berdekatan (BUKAN yang
BERHIMPITAN)
2. Hitung selisih tinggi antara 2 garis Indeks Kontur tersebut
3. Hitung jumlah selisih garis kontur di antara 2 garis Indeks Kontur
tersebut
4. Inteval Kontur = Selisih tinggi IK : Selisih jumlah garis kontur
 Cara 3
1. Cari 2 Titik Ketinggian yang berada berdekatan dengan garis
kontur yang berdekatan (BUKAN yang BERHIMPITAN)
2. Hitung selisih tinggi antara 2 Titik Ketinggian tersebut
3. Hitung jumlah selisih garis kontur di antara 2 garis Titik
Ketinggian tersebut
4. Inteval Kontur = Selisih tinggi TK : Selisih jumlah garis kontur
SKALA PETA
Skala adalah perbandingan jarak pada peta dengan
jarak sesungguhnya di lapangan. Skala ditulis di
bawah judul peta, di luar garis tepi, atau di bawah
legenda
 Skala angka. Misalnya 1:25.000, artinya setiap 1 satuan jarak dalam
peta sama dengan 25.000 satuan jarak dalam di lapangan.
 Skala garis. Skala ini dibuat dalam bentuk garis horizontal yang
memiliki panjang tertentu dan tiap ruas berukuran 1 cm atau lebih
untuk mewakili jarak tertentu yang diinginkan oleh pembuat peta.
 Skala verbal, yakni skala yang ditulis dengan kata-kata. Contoh ; “ Inch
Mile Scale “ ; “1 inch to 10 Miles”
Note : biasanya terdapat pada peta di negara-negara Persemakmuran
Inggris; yang skalanya bukan dalam satuan Meter
PLOTTING TITIK DENGAN INTERVAL KONTUR
DAN SKALA PETA
A
A
B
X
B
 AX = Selisih tinggi antara Titik A dan Titik B (Meter)
 BX = Jarak horisontal antara Titik A dan Titik B (Meter)
AB = Jarak antara Titik A dan Titik B di lapangan
(BUKAN Jarak Lintasan)
TITIK KETINGGIAN
 Titik Nisbi, adalah titik yang diukur dari tempat
dimana benda itu berada , biasanya dari
permukaan tanah atau dari titik lainnya
 Titik Mutlak, adalah titik yang diukur dari
permukaan laut (meter di atas permukaan laut)
 Titik Triangulasi
PROYEKSI PETA
 A. Pengertian
Proyeksi peta adalah pemindahan data topografi dari
atas permukaan bumi ke atas bidang datar.
 B. Syarat-Syarat
1. Comform,yaitu bentuk di peta harus sama dengan
bentuk di permukaan bumi atau dengan kata lain
mempertahankan bentuk.
2. Equivalent,yaitu luas di peta harus sama dengan luas di
permukaan bumi atau dengan kata lain
mempertahankan luas.
3. Equidistant,yaitu jarak di peta harus sama dengan jarak
di permukaan bumi atau dengan kata lain
mempertahankan jarak.
4. Arah,yaitu arah di peta harus sama dengan arah di
permukaan bumi.
KLASIFIKASI PROYEKSI PETA
 Berdasar Bidang Proyeksi
1. Proyeksi Cilinder/Cilindrical Projection,yaitu
proyeksi yang menggunakan bidang silinder atau
tabung sebagai bidang proyeksi. Jenis proyeksi ini
cocok untuk daerah sekitar khatulistiwa.
2. Proyeksi Planar/Azimuthal/Zenithal,yaitu proyeksi
yang menggunakan bidang datar sebagai bidang
proyeksi.Jenis proyeksi ini cocok di gunakan di
daerah kutub,berikut gambarnya .
3. Proyeksi Conical/Kerucut,yaitu proyeksi yang
menggunakan kerucut sebagai bidang proyeksi
 Berdasar Posisi Bidang Proyeksinya Terhadap
Bola Bumi
1. Proyeksi tegak atau normal, jika garis karakteristik
bidang proyeksi berimpitdengan sumbu bola bumi.
2. Proyeksi melintang atau transversal atau
equatorial, bila garis karakteristik bidang proyeksi
berpotongan tegak lurus dengan umbu bola bumi.
3. Proyeksi oblique atau miring, bila garis
karakteristik bidang proyeksinya membentuk
sudut lancip dengan sumbu bola bumi
KLASIFIKASI PROYEKSI PETA (3)
 Berdasar Bidang Proyeksi
1. Proyeksi Konform 
Mempertahankan bentuk (termasuk sudut)
2. Proyeksi Equivalence.
Mempertahankan luas
3. Proyeksi Equidistance
Mempertahankan jarak
4. Proyeksi Azimuthal
Mempertahankan arah
PROYEKSI PETA (DI INDONESIA)
 LCO (Lambert Connical Orthomorphic)
Terdapat di peta-peta buatan Belanda
 UTM (Universe Transverse Mercator)
1. Peta RBI (Bakorsutanal): UTM 6
2. Peta BPN : UTM 3
SISTEM KOORDINAT
 Sistem penentuan titik di permukaan bumi (dan peta), yang
ditunjukkan dengan perpotongan dua garis lengkung bumi (Garis
Paralel /Latitude dan Garis Meridian/Longitude)
 Garis Paralel /Latitude
a. Equator – Kutub Utara : 0 s/d 90 Lintang Utara (LU)
b. Equator – Kutub Selatan : 0 s/d 90 Lintang Selatan
(LS)
 Garis Meridian/Longitude)
a. Meridian Nol – Barat : 0 s/d 180 Bujur Barat (BB)
b. Meridian Nol – Timur: 0 s/d 180 Bujur Timur (BT)
JENIS SISTEM KOORDINAT
 Koordinat Geodetik
Perpotongan garis meridian (longitude) dan
paralel (latitude) dan dengan Titik Nol-nya
adalah Meridian Nol (yang terletak di
Greenwich) dan Equator
 Koordinat Proyeksi (Koordinat Kartesian)
Perpotongan absis (X / Easting) dan ordinat (Y /
Northing), dengan Titik Nol-nya adalah pusat
bumi, yang dinatakan dalam meter.
SISTEM KOORDINAT PETA (DI INDONESIA)
 Koordinat Geografis (Koordinat Gratikul)
Koordinat yang ditunjukkan dengan perpotongan
garis lintang dan garis bujur di permukaan bumi
dan peta – dalam satuan derajat, menit dan detik
 Koordinat UTM (Koordinat Grid)
Koordinat yang ditunjukkan dengan perpotongan
garis X (yang sejajar dengan garis Meridian
Tengah) dan garis Y (yang tegak lurus dengan garis
X)
KOORDINAT GRID
 Perpotongan garis X (yang sejajar dengan garis
Meridian Tengah) dan garis Y (yang tegak lurus
dengan garis X) membentuk Kotak Grid, yang
ukurannya tergantung pada skala peta
Skala
Ukuran
Kotak Grid
Ukuran
Muka Peta
Ukuran
Kotak Grid
(meter)
1 : 250.000
1 30’ x 1 10’  x 10’
10.000 x 10.000
1 : 50.000
15’ x 15’  1’  x 1’
1.000 x 1.000
1 : 25.000
7’ 30’’  x 7’ 30’’ 30” x 30”
1.000 x 1.000
1 : 10.000
2’ 30’’ x 2’ 30’’ 10’’  x 10’’
200 x 200
MENENTUKAN KOORDINAT GRID
63
62
38 3937
ORIENTASI ARAH UTARA
 Utara Sebenarnya (US)
Arah yang menuju ke Kutub Utara
geografi
 Utara Grid (UG) / Utara UTM
Arah yang searah dengan garis grid
peta
 Utara Magnetis (UM)
Arah yang menuju ke Kutub
Magnetis Utara, yang ditunjukkan
oleh jarum Kompas
PERBEDAAN ARAH UTARA
 Bumi berbentuk bola yang pepat pada kedua
kutubnya
 Proyeksi Peta : proyeksi permukaan bumi ke
bidang datang datar
PENYIMPANGAN ARAH UTARA
Karena ketiga arah utara tersebut tidak berada pada
satu garis, maka akan terdapat penyimpangan penyimpangan
sudut :
a. Penyimpangan sudut antara US-UP disebut
Iktilaf Peta (IP) atau konvegensi merimion.
b. Penyimpangan sudut antara US-UM disebut
Iktilaf Magnitis (IM) atau Deklinasi.
c. Penyimpangan sudut antara UP-UM disebut
sudut peta magnet (SPM) atau Deviasi,
dalam peta biasa ditulis GM Angle (Grid
Magnetic Angle).

0



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
            Pengetahuan tentang sejarah dan terminologi, prinsip dasar dan tipe-tipe kultur jaringan akan mendasari pemahaman mahasiswa tentang berbagai konsep lanjut yang berhubungan dengan aplikasi kultur jaringan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya perbanyakan tanaman secara cepat dan efisien, produksi metabolit sekunder dan sebagainya.
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap.

B.     TUJUAN
            Tujuan penyusunan makalah ini yaitu untuk memahami perkembangan teknologi kultur jaringan tanaman ditinjau dari perspektif sejarahnya dan dapat menggunakan secara tepat beberapa terminologi penting dari teknologi ini



BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH PERKEMBANGAN KULTUR JARINGAN
            Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini merupakan dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya. Walaupun usaha Haberlandt menerapakan teknik kultur jaringan tanaman pada tahun 1902 mengalami kegagalan, namun antara tahun 1907-1909 Harrison, Burrows, dan Carrel berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan manusia secara in vitro.
            Keberhasilan aplikasi teknik kultur jaringan sebagai sarana perbanyakan tanaman secara vegetatif pertama kali dilaporkan oleh White pada tahun 1934, yakni melalui kultur akar tomat. Selanjutnya pada tahun 1939, Gautheret, Nobecourt, dan white berhasil menumbuhkan kalus tembakau dan wortel secara in vitro. Setelah Perang Dunia II, perkembangan teknik kultur jaringan sangat cepat, dan menghasilkan berbagai penelitian yang memiliki arti penting bagi dunia pertanian, kehutanan, dan hortikultura yang telah dipublikasikan.
            Pada awalnya, perkembangan teknik kultur jaringan tanaman berada di belakang teknik kultur jaringan manusia. Hal itu disebabkan lambatnya penemuan hormon tanaman (zat pengatur tumbuh). Ditemukakannya auksin IAA pada tahun 1934 oleh Kögl dan Haagen-Smith telah membuka peluang yang besar bagi kemajuan kultur jaringan tanaman. Kemajuan ini semakain pesat setelah ditemukannya kinetin (suatu sitokinin) pada tahun 1955 oleh Miller dan koleganya. Pada tahun1957, Skoog dan Miller mempublikasikan suatu tulisan ”kunci” yang menyatakan bahwa interaksi kuantitatif antara auksin dan sitokinin berpengaruh menentukan tipe pertumbuhan dan peristiwa morfogenetik di dalam tanaman. Penelitian kedua ilmuwan tersebut pada tanaman tembakau mengungkapkan bahwa rasio yang tinggi antara auksin terhadap sitokinin akan menginduksi morfogenesis akar, sedangkan rasio yang rendah akan menginduksi morfogenesis pucuk. Namun pola yang demikian ternyata tidak berlaku secara universal untuk semua spesis tanaman.
            Ditemukannya prosedur perbanyakan secara in vitro pada tanaman anggrek Cymbidium 1960 oleh Morel, serta diformulasikannya komposisi medium dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi oleh Murashige dan Skoog pada tahun 1962, semakin merangsang perkembangan aplikasi teknik kultur jaringan pada berbagai spesies tanaman. Perkembangan yang pesat pertama kali dimulai di Perancis dan Amerika, kemudian teknik inipun di kembangkan di banyak negara, termasuk Indonesia, dengan prioritas aplikasi pada sejumlah tanaman yang memiliki arti penting bagi masing-masing negara.
            Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua dekade terakhir telah memberi sumbangan yang sangat besar bagi ahli pertanian, pemuliaan tanaman, botani, biologi molekuler, biokimia penyakit tanaman, dan sebagainya. Karena kultur jaringan telah mencapai konsekuensi praktis yang demikian jauh di bidang pertanian, pemuliaan tanaman dan sebagainya maka dapat dipastikan junlah penelitian dan aplikasi teknik ini akan terus meningkat pada masa-masa mendatang. Pierik (1997) mengemukakan sejumlah peristiwa penting dalam sejarah perkembangan kultur jaringan hingga dekade 1980 an sebagai berikut;
1892 Ditemukan fenomena sintesis senyawa-senyawa pembentuk organ yang didistribusikan secara polar di dalam tanaman.
1902        Usaha perrtama aplikasi kultur jaringan tanaman.
1904    Usaha pertama aplikasi kuktur embrio sejumlah tanaman Cruciferae
1909    Fusi protoplas tanaman, namun produk yang dihasilkan mengalami kegagalan untuk hidup.
1922    Perkecambahan in vitro biji anggrek secara asimbiosis.
1922    Kultur in vitro ujung akar
1925    Aplikasi kultur embrio pada tanaman Linum hasil silang antar spesies
1929    Kultur embrio Linum untuk menghindari inkompatibilitas persilangan
1934    Kultur in vitro jaringan kambium dari sejumlah tanaman pohon dan perdu mengalami kegagalan karena tidak adanya ketrelibatan auksin
1934    Keberhasilan kultur akar tanaman tomat.
1936    Kultur embrio sejumlah tanaman Gymnospermae
1939    Keberhasilan menumbuhkan kultur kalus secara kontinu
1940    Kultur in vitro jaringan kambium dari tanaman Ulmus untuk mempelajari pembantukan tunas adventif
1941    Air kelapa (Yang mengandung faktor pembelahan sel) untuk pertama kalinya digunakan pada kultur embrio tanaman Datura
1941    Kultur in vitro jaringan tumor crown-gall
1944    Untuk pertama kalinya kultur in vitro tembakau digunakan pada penelitian pembantukan tunas adventif
1945    Budi daya potongan tunas tanaman Asparagus secara in vitro
1946    Untuk pertama kalinya diperoleh tanaman Lupinus dan Tropaelum dari kultur pucuk
1948    Pembentukan akar dan tunas adventif tanaman tembakau ditentukan oleh rasio auksin : adenin
1950    Regenerasi organ tanaman dari jaringan kalus Sequoia sempervirens.
1952    Aplikasi sambung mikro (micrografiting) untuk pertama kalinya
1953    Produksi kalus haploid tanaman Ginkgo biloba dari kultur serbuk sari
1954    Pengkajian terhadap perubahan-perubahan kariologi dan sifat-sifat kromosom pada kultur endosperm tanaman jagung
1955    Penemuan kinetin, yaitu suatu hormon perangsang pembelahan sel.
1956    Realisasi pertumbuhan kultur di dalam sistem multiliter untuk menghasilkan metabolit sekunder.
1957    Ditemukannya pengaturan pembentukan organ (akar dan pucuk) dengan mengubah rasio antara auksin dan sitokinin
1958    Regenerasi embrio somatik secara in vitro dari jaringan nuselus tanaman Citrus ovules
1958    Regenerasi proembrio dari massa kalus dan suspensi sel tanaman wortel
1959    Publikasi buku pegangan mengenai kultur jaringan tanaman untuk pertama kali
1960    Keberhasilan pembuahan in vitro pada Papaver rhoeas untuk pertama kalinya
1960    Degradasi dinding sel secara enzimatik untuk memperoleh protoplas dalam jumlah besar.
1960    Perbanyakan vegetatif tanaman anggrek melalui kultur meristem
1960    Filtrasi suspensi sel dan isolasi sel tunggal
1962    Pengembangan medium dasar Murashige dan Skoog (MS)
1964    Produksi tanaman Datura haploid dari kultur serbuk sari untuk pertama kalinya
1964    Regenerasi tunas dan akar pada jaringan kalus tanaman Populus tremuloides
1965    Induksi pembungaan secara in vitro pada tanaman tembakau
1965    Diferensiasi tanaman tembakau dari isolasi sel tunggal pada kultur mikro
1967    Induksi pembentukan bunga pada Lunaria annua dengan vernalisasi secara in vitro
1967    Produksi tanaman haploid dari kuktur serbuk sari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum).
1969    Analisis kariologi tanaman yang diregenerasikan dari kultur kalus tembakau.
1969    Keberhasilan isolasi protoplas dari kultur suspensi Haplopappus gracilis untuk pertama kalinya
1970    Seleksi mutan biokimia secara in vitro
1970    Pemanfaatan kultur embrio untuk menghasilkan barley monoploid
1970    Keberhasilan peleburan protoplas untuk pertama kalinya
1971    Keberhasilan regenerasi tanaman dari kultur protoplas untuk pertama kalinya.
1972    Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas pada dua spesies Nicotiana
1973    Sitokinin diketahui mampu memecahkan dormansi pada eksplan jaringan kapitulum tanaman Gerbera
1974    Induksi percabangan aksilar oleh sitokinin pada eksplan tunas tanaman Gerbera.
1974    Regenerasi Petunia hybrida haploid dari kultur protoplas.
1974    Diketahui bahwa peleburan protoplas haploid dapat dilakukan sehingga mendukung hibridisasi
1974    Biotransformasi pada kultur jaringan tanaman
1974    Penemuan Ti-plasmid pada Agrobacterium sebagai senyawa penginduksi pembentukan tumor
1975    Seleksi positif terhadap kultur kalus tanaman jagung yang resisten terhadap Helminthosporium maydis.
1976    Inisiasi pucuk dari eksplan tunas tanaman anyelir yang berasal dari penyimpanan pada suhu rendah (kreopreservasi).
1976    Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas pada tanaman Petunia hybrida dan P. Parodii.
1976    Sintesis dan perombakan oktopin dan nopalin diketahui dikontrol secara genetis oleh Ti-plasmid Agrobacterium tumefaciens.
1977    Keberhasilan integrasi DNA Ti-plasmid dari Agrobacterium tumefaciens  pada tanaman
1978    Hibridisasi somatik tomat dan kentang
1979    Pengembangan prosedur co-cultivation untuk teransformasi protoplas tanaman dengan Agrobacterium
1980    Pemanfaatan sel untuk biotransformasi digitoksin menjadidigoksin
1981    Pengenalan istilah variasi somaklon atau keragaman somaklon
1981    Isolasi auksotrop melalui skrining berskala besar terhadap koloni sel yang diperoleh dari protoplas haploid tanaman Nicotiana plumbaginifolia dengan perlakuan mutagen.
1982    Protoplas dapat bergabung dengan DNA telanjang sehingga memungkinkan untuk dilakukannya transformasi dengan isolasi DNA.
1983    Hibidisasi sitoplasma antargenus pada tanaman bit dan Brassica napus
1984    Transformasi sel tanaman dengan DNA plasmid
1985    Infeksi dan transformasi potongan daun dengan Agrobacterium tumefaciens dan regenerasi tanaman yang mengalami transformasi
            Sejak tahun 1980-an sampai sekarang, teknik kultur jaringan tanaman sudah berkembang sangat pesat di seluruh penjuru dunia sehingga sulit untuk dipantau. Terlebih lagi, banyak terobosan yang memiliki nilai komersial tinggi yang diciptakan oleh institusi-institusi riset pada berbagai perusahaan besar yang tidak dipublikasikan. Pemanfaatan yang nyata dari teknik tersebut, disamping untuk perbanyakan tanaman, juga di bidang rekayasa genetika (genetic engineering) untuk perbaikan mutu genetika tanaman pertanian. Sudah banyak varietas, bahkan spesies baru yang diciptakan melalui teknik fusi protoplas. Demikian pula dengan aplikasi teknik tersebut pada eliminasi penyakit, terutama penyakit virus dan produksi metabolit sekunder dengan bantuan Agrobacterium sudah menjadi teknik yang rutin dilakukan oleh para pakar di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Hanya saja aplikasi teknik kultur jaringan untuk pelestarian plasma nutfah tampaknya masih harus menempuh perjalanan panjang untuk sampai pada sasaran yang diharapkan.
B. TERMINOLOGI
            Kultur jaringan (tissue culture) sampai saat ini digunakan sebagai suatu istilah umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam wadah yang umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik disebut juga kultur in vitro yang artinya sebenarnya adalah kultur di dalam gelas.
            Pemahaman terhadap istilah-istilah yang sering digunakan dalam kultur in vitro merupakan suatu hal yang sangat mendasar. Istilah-istilah yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah sebagai berikut;
1.      Bahan tanam yang digunakan dalam kultur jaringan biasanya disebut dengan eksplan.
2.      Kalus; a) suatu jaringan yang tersusun oleh sel-sel terdediferensiasi yang umumnya dihasilkan oleh jaringan yang luka atau kultur jaringan pada media yang berisi auksin tertentu, atau b) pertumbuhan aktif massa sel yang belum dan terdiferensiasi dan tidak terorganisir yang berkembang dari jaringan luka atau kultur jaringan yang ditanam pada media dengan tambahan zat pengatur tumbuh.
3.      Dalam kultur jaringan sering dilakukan pemindahan eksplan dari media I (untuk induksi kalus) ke media II (media untuk induksi organ tunas dan akar). Pemindahan eksplan dari media satu ke media lain (baik jenis medianya sama atau lain) dikenal dengan istilah sub kultur.
4.      Setiap masa inkubasi disebut passage. Passage pertama adalah sub kultur pertama dari jaringan yang terbentuk dari eksplan awal.
5.      Bahan yang diambil pada setiap sub kultur disebut inokulum.
6.      Kultur asenik adalah kultur dengan hanya satu macam organisme yang diinginkan.
7.      Eksplan yang ditanam pada media tumbuh yang tepat, dapat beregenerasi melalui proses yang disebut organogenesis atau embriogenesis. Oraganogenesis adalah proses terbentuknya organ-organ seperti pucuk dan akar.
8.      Pucuk yang terbentuk pada tempat yang ukan jaringan asalnya (origin) yang biasa disebut pucuk adventif. Seperti pucuk yang terbentuk dari kalus, hipokotil, kotiledon, dan akar.
9.      Embriogenesis adalah proses terbentuknya embrio somatik
10.  Embrio somatik (nonzygotic embryo) adalah embrio yang bukan berasal dari zigot, tetapi dari sel tubuh tanaman.
11.  Bila embrio terbentuk dari kultur anther atau mikrospora disebut androgenesis, bila berasal dari ovari yang belum mengalami fertilisasi disebutgynogenesis.
12.  Anakan tanaman yang telah lengkap memiliki organ daun, batang dan akar hasil kultur jaringan disebut planlet (plantula).
13.  Plantula yang akan dipindah ke lapangan dan diperlakukan sebagai bibit, harus mengalami masa adaptasi dari kultur heterotropik menjadi kultur autotropik. Masa adaptasi plantula disebut dengan aklimatisasi.
14.  Pucuk-pucuk yang terbantuk dari jaringan kalus, terutama yang sudah mengalami sub kultur, dapat bervariasi. Variasi-variasi ini disebut variasi somaklonal. Penyebab variasi ini belum diketahui dengan pasti, ada kemungkinan variasi ini sudah ada dalam eksplan asal karena sifat kromosom mosaik dalam sel-sel somatik ataupun terjadi akibat lingkungan di dalam kultur.
15.  Salah satu variasi yang terjadi adalah tanaman yang aneuploid yaitu tanaman yang jumlah kromosommya 2n-1 atau 2n+1.
16.  Sel-sel dalam kalus atau sel-sel dari jaringan daun siisolasi dengan perlakukan enzim meupakan bahan untuk memperoleh protoplasma. Protoplasma-protoplasma diperoleh dengan menghilangkan dinding sel dengan bantuan enzim-enzim cellulase, hemicellulase dan pektinase. Propoplasma kemudian dapat ”dipaksa” untuk saling menempel dan bersatu membentuk suatu fusi sel. Proses ini merupakan bidang pemulaiaan yang disebut hibridisasi genetik.
17.  Hasil gabungan dua atau lebih protoplasma yang berbeda jenis dengan inti-intinya dikenal dengan istilah heterokarion.
18.  Bila hanya sitoplasma yang bergabung maka disebut cybrid.
C. Prinsip Dasar
            Kultur jaringan sesuai dengan definisinya sebagai teknik budidaya sel, jaringan, dan organ tanaman dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas mikroorganisme, mengandung dua prinsip dasar yang jelas yaitu; 1) Bahan tanam yang bersifat totipoten dan 2) budi daya yang terkendali.
1)      Bahan tanam yang bersifat totipotensi.
Konsep dasar ini adalah mutlak dalam pelaksanaan kegiatan kultur jaringan karena hanya dengan sifat totipotensi ini, sel, jaringan, organ yang digunakan akan mapu tumbuh dan berkembang sesuai arahan dan tujuan budidaya in vitro yang dilakukan. Umumnya sifat totipotensi lebih banyak dimiliki oleh bagian tanaman yang masih juvenil, muda, dan banyak dijumpai pada daerah-daerah meristem tanaman. Tetapi tidak menutup kemungkinan bagian tanaman yang sudah dewasa bila mendapat lingkungan yang cocok akan bertotipotensi sehingga mampu tumbuh dan berkembang. Pada keadaan tersebut bisa terjadi karena pada keadaan in vitro tanaman mampu melakukan aktifitas dediferensiasi yaitu proses perkembangan balik dari bagian dewasa tanaman menjadi sekolompok sel yang terus menerus membelah (disebut kalus) atau bisa pula menjadi zigot. Selain itu juga dapat terjadi rediferensiasi yaitu proses tumbuh dan berkembangnya kembali kalus atau zigot tersebut tumbuh dan berkembang membentuk spesialisasi ke arah terbentuknya akar, daun atau tunas hingga menjadi tanaman lengkap.
Kondisi totipotensi bahan tanam antara satu tanaman dengan tanaman yang lain sangat berbeda, bahkan perbedaan juga mungkin terjadi pada satu tanaman yang sejenis. Perbedaan dalam hal cara, waktu dan musim pengambilan bahan tanam juga memberi pengaruh pada keberhasilan kegiatan kultur jaringan. Penanganannya ada yang mudah dan adapula yang sangat sulit. Yang banyak dilakukan dan dianggap relatif mudah misalnya tanaman wortel, beberapa jenis anggrek, bawang, tembakau, pisang. Beberapa yang dikenal sulit misalnya mangga, salak, bambu dan tanaman lain yang umumnya mengandung fenolat tinggi atau bisa juga rendah kemampuan berdiferensiasi dan rediferensiasinya.
Bahan tanam yang sementara ini umum digunakan dalam kegiatan kultur jaringan dan sering terbukti dapat tumbuh dan berkembang adalah:
a)    Sel, bahan ini biasanya ditanam dalam bentuk suspensi dengan kepadatan yang telah ditentukan. Paling umum sel-sel ini diambil dari kalus, agar membentuk agregat kecil atau sel tunggal maka kalus dimasukkan dalam media cair kemudian disentrifugasi berulang atau bisa juga dengan prosedur enzimatik.
b)   Protoplas, bahan ini biasanya juga ditanam dalam bentuk suspensi dengan kepadatan yang telah ditentukan. Mesofil daun, teras batang, kalus adalah bagian tanaman yang umum dipakai sebagai sumber propolas. Untuk mendapatkan suspensi protoplas harus digunakan medium yang mengandung enzim (enzimztic medium), proses pencucian dengan medium pencuci (washing medium), sentrifugasi dan kemudian purifikasi.
c)    Jaringan meristem, adalah merupakan jaringan tanaman yang terdapat pada daerah-daerah pertumbuhan. Ciri jaringan ini tersusun oleh sekelompok sel yang terus menerus membelah, sehingga belum ada spesialisasi bentuk dan fungsi dari sel-sel yang menyususnnya. Pada derah apikal meristem ada daerah yang sangat kecil terdiri dari sel-sel yang sangat progresif sebagai titk pertumbuhan dan dikenal sebagai meristem dome. Meristem ini hanya dapat diisolasi di bawah mikroskop dan terbukti baik sebagai bahan untuk mendapat tanaman yang bebas bakteri dan virus.
d)   Kalus, adalah merupakan masa sel yang aktivitas pembelahannya tidak terkendali dan belum terdiferensiasi. Sel-sel ini secara alamiah muncul dan tumbuh akaibat proses perlakuaan atau akibat perlakuan tertentu dalam kultur jaringan. Bahan ini sangat potensial untuk digunakan dalam berbagai kegiatan kultur lanjutan.
e)    Organ, bahan ini adalah bahan yang paling umum digunakan dalam kegiatan kultur jaringan. Bahan ini meliputi: daun, batang, akar, biji, tunas, embrio, anther, kepala sari, dan lain sebagainya. Bahan-bahan ini ada yang memang langsung digunakan untuk mendapatkan produk yang diinginkan tetapi ada juga yang hanya digunakan sebagai bahan kultur awal sehingga hanya sebagai jalan untuk mendapatkan organ juvenil, atau kalus yang umumnya relatif bersifat meristematik dan steril.
2)      Budidaya yang terkendali.
Sifat bahan yang totipotensi saja tidak cukup intuk kesuksesan kegiatan kultur jaringan. Keadaan media tempat tumbuh, lingkungan yang mempengaruhinya (kelembaban, temperatur, cahaya) serta keharusan sterilitas adalah hal mutlak yang harus terkendali.
Konsep dasar yang kedua ini harus difahami benar. Informasi mengenai kultur yang akan dilakukan harus banyak dicari. Mulai dari media dasar apa yang digunakan, perlu modifikasi atau tidak, bagaimana komponen dan takaran vitamin yang ditambahkan, mau padat atau cair, akan ada perlakuan hormon atau tidak, berapa konsentrasi yang digunakan, hormon tunggal atau kombinasi, berapa pH media, seberapa banyak akan dibuat dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini layak dilakukan dan harus dicari jawabannya sebelum melangkah pada kegiatan teknisnya.
Agar pengaruh lingkungan terkendali maka harus ditentukan bagaimana pencahayaan yang diperlukan, baik dari intensitas maupun periodisasi pencahayaannya. Pastikan dan catat fluktuasi perubahan temperatur ruangan kultur, sesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Pada laboratorium-laboratorium yang maju pengadaan generator untuk mengantisipasi terjadinya gangguan aliran listrik umumnya sangat prioritas. Sedangkan untuk menjamin sterilitaskegiatan kultur jaringan yang terdiri dari sterilitas bahan tanam, media tanam, alat-alat, ruang tabur, laminar air flow, ruang inkubator, ruang kultur dan lain-lain dilakukan secara spesifik.
Untuk bahan tanam umumnya sterilisasi dilakukan dengan menggunakan bahan kimia misalnya: alkohol, kalsium hipoklorit, Natrium hipoklorit, Hidrogen peroksida, Merkuri klorid, Fungisida, Bakterisida, Betadin, Bayclin. Konsentrasi yang digunakan dan lamanya perendaman antara satu dengan yang alinnya  berbeda-beda, ada yang digunakan pada konsentrasi yang rendah karena sangat beracun (mercury clorid) hanya diperlukan 0,1-0,2 persen dengan lama perendaman 10-20 menit. Sedangkan alkohol yang diperlukan  berkonsentrasi 70 % dan lama perendamannya hanya ½ hingga 1 menit saja. Namun demikian penentuan sterilan, konsentrasi dan lamanya perendaman ditentukan oleh keadaan dari bahan tanam. Seringkali diperlukan kajian tersendiri untuk dapat menentukan bahan sterilan, konsentrasi dan lamanya perendaman. Tahapan ini penting menjadi perhatian karena kecorobohan akan membawa keadaan bahan tanam tidak steril atau rusak hingga tidak tumbuh.
Untuk sterilisasi peralatan dan media yang hendak dipakai biasanya dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut Autoclave. Alat ini bekerja atas dasar temperatur dan tekanan. Ada yang kerjanya menggunakan listrik dan ada pula yang menggunakan kompor gas. Temperatur yang digunakan untuk sterilisasi adalah 121о C dengan tekanan antara 15 – 18 psi (pounds per squar inch) selama 15 menit. Sedangkan sterilisasi ruang transfer/penabur, ruang inkubasi, ruang kultur umumnya dilakukan dengan menggunakan sinar ultra violet. Khusus untuk laminar air flow biasanya sebelum penggunaan dibersihkan dengan alkohol 70 % kemudian lampu ultra violet dinyalakan selama 1 – 2 jam.
Perpaduan prinsip bahan tanam yang totipoten dan budidaya yang terkendali harus pula diimbangi penguasaan teknik prosedur kerja yang baik. Kehati-hatian, kecermatan, kketekunan dan usaha preventif menjaga kemungkinan terjadinya kontaminasi adalah sikap yang sangat penting dikembangkan dalam kegiatan ini.
D. Tipe-Tipe Kultur Jaringan
            Dalam pelaksanaannya teknik kultur jaringan dijumpai beberapa tipe sebagai berikut:
1.    Kultur biji (seed culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan biji atau seedling
2.    Kultur organ (organ culture), merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ seperti; ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, inflorescentia, buku batang, akar dll
3.    Kultur kalus (callus culture), merupakan kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim sebagai eksplannya.
4.    Kultur suspensi sel (suspension culture) adalah kultur yang menggunakan media cair dengan pengecokan yang terus menerus menggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregat sel sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan meristem.
5.    Kultur protoplasma, eksplan yang digunakan adalah sel yang telah dilepas bagian dindingnya menggunakan bantuan enzim. Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan agar membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi dua protoplas baik intraspesifik maupun interspesifik)
6.    Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman yakni: kepala sari/anther (kultur anther/kultur mikrospora), tepungsari/pollen (kultur pollen), ovule (kultur ovule), sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.
Kultur in vitro memiliki peranan yang sangat penting untuk mendapatkan hasil-hasil yang tidak mungkin dicapai melalui kultur in vivo. Berikut ini disajikan aplikasi sejumlah metode kultur jaringan beserta tujuan dari aplikasi tersebut sebagaimana diuraikan oleh Pierik 1997 (dalam Zulkarnain, 2009).
Beberapa tipe kultur dan tujuannya berdasarkan macam jaringan atau organ yang digunakan
Tipe Kultur
Tujuan
Kultur embrio
-         Mempersingkat siklus pemuliaan tanaman
-         Mengatasi aborsi embrio
-         Mengatasi inkompatibilitas
-         Sebagai sumber pembentukan kalusw
Kultur biji anggrek
-         Mempersingkat siklus pemuliaan
-         Menggantikan simbiosis (mikoriza)
-         Meniadakan kompetisi dengan mikroorganisme lain
Kultur meristem
-     Eliminasi patogen (virus, cendawan, dan bakteri)
-      Perbanayakan vegetatif pada anggrek melalui protocorm-like bodies (plb)
-      Perbanyakan klon tanaman selain anggrek
-      Penyimpanan tanaman bebas penyakit
-      Pengangkutan fotosintat
-      Koleksi plasma nutfah
Kultur tunas dan buku tunggal
-      Perbanyakan anggrek
-     Percabangan aksilar sebagai sarana perbanyakan klon tanaman
-    Kreopreservasi untuk membuat bank gen
Kultur eksplan tanpa buku
-     Pembentukan organ vegetatif untuk perbanyakan klon tanaman
-     Mendapatkan tanaman bebas penyakit
-     Isolasi mutan
-     Mengatasi masalah kimera
-     Mendapatkan poliploidi
Kultur kalus dan suspensi sel
-     Perbanyakan klon tanaman melalui pembentukan organ dan embrio
-     Regenerasi varian-varian genetika
-     Mendapatkan tanaman bebas virus
-     Sebagai sumber untuk produksi protoplas
-     Sebagai bahan awal untukkreopreservasi
-     Produksi metabolit sekunder
-     Biotransformasi
Kultur anthera dan mikrospora
-    Produksi tanaman haploid dan mendapatkan tanaman homozigot
-    Sebagai titik awal untuk induksi mutasi
-    Mendapatkan tanaman mandul yang semuanya berjenis kelamin jantan
-    Sebagai sarana manipulasi genetika
-    Melakukan pemuliaan pada tingkat ploidi yang rendah
Kultur ovul
-     Mengatasi inkompatibilitas
-     Mengatasi absisi bunga yang terlalu dini
-     Mendapatkan pembuahan secara in vitro
Kultur protoplas
-     Hibridisasi somatik (melalui fusi protoplas)
-     Penciptaan hibrida sel (cybrid)
-     Pencangkokan inti, kromosom dan organel-organel sel
-     Penelitian transformasi
-     Regenerasi varian-varian genetika
Kultur sel, jaringan dan organ
Sebagai sarana pada penelitian penyakit tanaman:
-     Penetrasi dan replikasi virus
-     Kultur parasit obligat
-     Interaksi inang-parasit
-     Kultur nematoda (kultur potongan akar)
-     Pengujian fitotoksin
-     Penelitian pembentukan nodul
Sebagai sarana pada penelitian fisiologi tanaman:
-       Penelitian siklus sel
-       Metabolisme tanaman
-       Penelitian nutrisi
-        Penelitian morfogenetik dan perkembangan

0
Powered By Blogger
periyadi. Diberdayakan oleh Blogger.

Translate

Links

Followers